Jumat, 07 November 2008

Work Based Learning





Work Based Learning adalah suatu program dimana siswa dapat belajar di dunia usaha dan industri secara bersamaan dengan di dunia pendidikan (sekolah), program work based learning dimaksudkan untuk membawa siswa belajar langsung di real business untuk menerapkan materi pembelajaran yang telah dia pelajari di kelas.


cara-cara yang dapat dilakukan untuk melaksanakan program Work Based Learning adalah melalui pendekatan-pendekatan Internships, Apprenticeship, Cooperative Educational Placement, School-Based Enterprise, Service Learning, dan Job Shadowing.


dimana pengertian dari pendekatan-pendekatan tersebut adalah sebagai berikut;




  1. Interships adalah salah satu pendekatan work-based learning yang menghadirkan suatu program sekolah yang disetujui dengan para siswa belajar tentang suatu penempatan/pendudukan kerja di industri dengan bekerja untuk suatu pemberi kerja di dalam suatu periode tertentu dari suatu waktu. Mereka usahakan para siswa baik yang membayar maupun tidak membayar mengalami dan memilih pengalaman pekerjaan dan tersusun untuk mencerminkan program work-based dimana mereka menjadi bagian di dalamnya. Untuk merelaisasikan hasil siswa yang sukses, pengalaman internships harus tersusun baik dan dengan baik terintegrasi dengan kurikulum sekolah dan puncaknya mempertunjukkan pelajaran di dalam produk atau jasa. (Gray and Albrecht 1999) (Retinna Lankard Brown, EDO-CE-03-252, no.252, ERIC Digest, 2003)
    Pada kenyataannya di sekolah kegiatan internships ini lebih cenderung kepada kegiatan praktek kerja industri, dimana dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan system block atau juga day release.
    Praktek kerja industri di sekolah biasanya hanya akan dilaksanakan dengan jalan menempatkan siswa di dunia usaha dan di dunia industri, sedangkan jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh siswa terkadang tidak sesuai dengan kompetensi yang sudah dipelajari di sekolah. Hal ini terjadi dapat dimungkinkan oleh berbagai hal, seperti tidak adanya kurikulum praktek kerja industri yang disodorkan oleh sekolah atau jenis pekerjaan yang ada di tempat kerja memang tidak ada yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang harus siswa pelajari, atau juga perusahaan di mana siswa melaksanakan praktek kerja industri enggan memberikan tempat kerjanya karena di anggap privasi perusahaan.

  2. Apprenticeships berkombinasi antara instruksi teknis dan akademis di kelas dengan belajar di tempat kerja. Apprenticeships adalah pengaturan jangka panjang yang secara khas memutar suatu tahun pelajaran dan ditawarkan terutama kepada yunior dan senior di sekolah menengah dan pelajar orang dewasa di dalam postsecondary institusi. Murid mengikuti suatu kurikulum yang memudahkan penguasaan dari kemampuan yang dikenali oleh industri dan pendidikan ( Gray Dan Albrecht 1999). (Retinna Lankard Brown, EDO-CE-03-252, no.252, ERIC Digest, 2003)
    Pada penerapannya program apprenticeships ini biasanya sama dengan kegiatan magang yang dilakukan oleh siswa di sekolah yang tujuannya untuk mengisi waktu libur mereka, tetapi terkadang pihak dunia usaha dan dunia industri meminta kepada sekolah untuk menempatkan siswa yang di inginkan mereka untuk ditempatkan di tempat kerjanya, terutama untuk kegiatan pekerjaan tertentu yang memerlukan pengerjaan yang harus segera selesai, pada akhir tahun atau awal tahun.
    Pada program apprenticeships ini sangat tergantung pada hubungan kerjasama sekolah dengan pihak dunia usaha dan industri, karena biasanya pihak DUDI meminta siswa untuk magang ditempatnya berdasarkan pengalaman kerja diwaktu praktek kerja industri siswa yang bersangkutan.

  3. Cooperative education placement, melibatkan beberapa ribu siswa sekolah menengah, adalah suatu format dari masa latihan suatu keahlian. Secara kebiasaan ini telah terjadi untuk siswa di dalam program pendidikan kejuruan mereka dalam ketenaga-kerjaan setelah sekolah menengah. Program Co-op telah menjadi pondasi bagi banyak dari prakarsa pelajaran yang work-based terbaru, dengan berusaha para operator program untuk meluaskan sasaran hasil bidang pendidikan mereka ( Urquiola et.al., 1997). (Thomas R. Bailey, Katherine L. Hughes, David Thernton Moore, 2004, h.7)
    Penerapan cooperative education placement di sekolah biasanya dilakukan dalam bentuk kerja sama antara sekolah dengan pihak dunia usaha dan industri, dimana sekolah dijadikan suatu tempat untuk mengembangkan sumber daya manusia dan pihak industri menjediakan segala keperluan dan instruktur guna terlaksanakan program tersebut. Setelah lulus siswa dapat bekerja pada industri yang bersangkutan.
    Program cooperative education jarang diterapkan di sekolah kejuruan di Indonesia, karena kesulitan hubungan dengan pihak industri dan atau belum menemukan hubungan yang baik dengan pihak industri.

  4. School-based enterprise, kelompok dan siswa, dibawah bimbingan guru dan tenaga ahli, mengorganisir dan mengorganisasikan bisnis atau jasa di dalam sekolahnya sendiri. Mereka boleh menjalankan toko sekolah, percetakan dan jasa penyalinan, atau membuat dan menjual pakaian.
    (Thomas R. Bailey, Katherine L. Hughes, David Thernton Moore, Working Knowledge, 2004, h.8)
    Pada kenyataannya program school-based enterprise di sekolah biasanya dilakukan dalam bentuk unit produksi, dimana dalam kegiatan unit produksi ini kegiatan praktek siswa hanya terbatas kepada kegiatan bisnis yang ada di dalam sekolah.
    Siswa dalam melaksanakan praktek di unit produksi biasanya hanya terbatas pada kegiatan pekerjaan melayani siswa lain dan guru saja. Tidak terjun dalam real bisnis.

  5. Service Learning melibatkan para siswa di dalam mengorganisir akademik dan mendesain aktivitas praktis yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dari masyarakat mereka. Service Learning menekankan pada potensi masing-masing orang untuk perubahan yang positif di masyarakat ( Gray Dan Albrecht 1999) dan menghasilkan peluang untuk pengembangan bersama dari teknis, interpretive, dan ketrampilan kritis ( Wagner, Childs, dan Houlbrook 2001) (Retinna Lankard Brown, EDO-CE-03-252, no.252, ERIC Digest, 2003)
    Pada program ini sekolah dapat melakukan kegiatan usaha baik dalam bentuk jejaring wirausaha, membuka bengkel sekolah, atau juga kegiatan usaha lainnya yang sifatnya membaca kebutuhan yang ada dilingkungan sekitar dari siswa itu sendiri.
    Pada program service learning, siswa dibawah bimbingan guru melakukan kegiatan bisnis sesuai dengan kompetensi yang dia miliki. Mereka melakukan kegiatan bisnis setelah siswa bersama guru membaca peluang usaha yang ada di dalam masyarakat.

  6. Job Shadowing adalah suatu pendekatan work-based learning yang digunakan terutama di dalam sekolah menengah dan pada awal tahun sekolah menengah. Itu melibatkan para siswa didalam pengamatan atas orang-orang di dalam Penempatan pekerjaan secara perseorangan kepadanya dan menyingkapkan kepada mereka budaya dari organisasi itu. Job Shadowing dapat berlangsung dalam satu hari, dalam bagian dari hari, atau diatas masa satu hari (Gray Dan Albrecht 1999); (Retinna Lankard Brown, EDO-CE-03-252, no.252, ERIC Digest, 2003)
    Program job shadowing, biasanya disekolah dilakukan dalam bentuk kunjungan dunia usaha dan industri. Dalam kegiatan ini biasanya siswa dibawa oleh guru berkunjung ke pihak dunia usaha dan dunia industri untuk melihat jenis-jenis pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri.
    Penerapan program job shadowing di sekolah dilakukan hanya satu kali dalam masa sekolahnya, dan dilakukan hanya dalam beberapa jam di lokasi dunia usaha dan dunia industri. Dengan tujuan agar siswa mengetahui proses kerja yang ada di dunia usaha dan dunia industri yang bersangkutan.

SMK Negeri 1 Subang sebagai salah satu satuan pendidikan terkecil telah mencoba untuk menerapkan pembelajaran work based learning ini melalui kegiatan unit produksinya.